Menurut beberapa literature, pengetahuan yang diperoleh
langsung dilapangan sering membekas dan membentuk pola pikir seseorang. Pengetahuan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam bertindak dan
memiliki rasa peduli terhadap sesuatu, juga tentang konservasi di bumi ini.
Ber-ribu puja tentang keindahan Pulau Seribu dari
kacamata para wisatawan , tulisan ini coba membidik Pulau Seribu dalam
pandangan anak SMA, khususnya anak KIR, yang melihat bahwa Pulau Seribu tidak
saja indah, tapi juga penuh dengan hal-hal yang mencerdaskan dan penuh
pengetahuan.
Dalam Science Camp, saya dan tim FOSCA (Forum Of
SCientist teenAgers) yang merupakan
kumpulan KIR (Kelompok Ilmiah
Remaja) tingkat SMA Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang
dan Bekasi) merasakan bahwa sepulang
dari Pulau Pramuka di Kepulauan Seribu
saya benar-benar mendapat banyak ilmu.
Dua link berikut adalah upaya saya untuk membagi ke’cerdas’an yang saya dapat di pulau seribu- kepada jejaring world wide di Eco-Tunza Generation,
Dua link berikut adalah upaya saya untuk membagi ke’cerdas’an yang saya dapat di pulau seribu- kepada jejaring world wide di Eco-Tunza Generation,
Ketika Pembina FOSCA K Nurdin, memilih Balai Konservasi Alam Zona Wilayah III- Pulau Pramuka Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu sebagai tempat tujuan Science camp, saya belum tahu apapun tentang Pulau Seribu (apalagi Pulau Pramuka) . Yang saya tahu, kegiatan science camp merupakan kegiatan untuk membekali anggota KIR dengan pelatihan dasar penelitian. Dimana dalam kegiatan ini peserta diperkenalkan oleh beberapa metode penelitian, mengumpulkan dan memproses data penelitian, dan mempresentasikan hasil yang didapat diakhir acara. Maka ketika Pulau Pramuka yang dipilih, saya percaya penuh pada kakak Pembina, bahwa pasti banyak positif di Pulau tersebut.
Hari masih jelang subuh, ketika kami sudah harus
berangkat dari Planetarium TIM sebagai
titik kumpul menuju dermaga Muara Angke, untuk mengejar kapal yang berangkat
pagi. Aroma ikan yang menusuk di Muara
Angke sempat membuat hati kecil saya ‘mengkeret’, meragukan seperti apa nanti
di Pulau Pramuka, jika dermaga Muara Angke-nya seperti ini. Tapi pertanyaan itu,
saya pendam saja dalam hati.
Secercah matahari pagi perlahan mengusir kegalauan
di hati saya. Terpaan angin laut perlahan mulai memunculkan keindahannya. Penuhnya penumpang kapal yang tadi terasa menyiksa mulai hilang saat
menyaksikan birunya air laut yang mulai
tertangkap mata. Keindahannya mampu
menghalau ketidaknyamanan yang sesaat tadi sempat ada.
Setiba kami di dermaga Pulau Pramuka. Kamipun mulai
dibagi perkelompok dan mendapat pengarahan tentang Science camp dan berbagai
agenda yang akan kami dapat selama kami di Pulau ini. Singkat kata, inilah
cerita yang membuat saya berkesimpulan bahwa Pulau Pramuka, selain indah, juga
mencerdaskan.
Pertama, tempat penangkaran Penyu sisik atau Eretmochelys
imbricate.
Tempat pertama yang kami datangi adalah tempat
penangkaran Penyu Sisik. Penyu yang juga
dikenal dengan nama hawksbill turtle memang memiliki kemiripan paruh dengan
paruh burung elang yang tajam dan meruncing namun dengan bentuk rahang yang
agak besar. Warna dan bentuk cangkang
dari penyu ini cukup unik, yaitu berbentuk seperti sisik yang tersusun secara
teratur dan bernilai tinggi karena
menjadi bahan dasar pembuatan perhiasan atau aksesoris. Warna karapas penyu
sisik yang bervariasi dan cantik menjadi salah satu alasan utama perburuan
penyu sisik.
Sekilas tempat penangkaran ini tidak terlalu luas. Di
dalam bagunan kayu dengan jendela dengan kawat ada 12 bak biru berukuran
sekitar 2×1 meter tempat penyu-penyu sisik di letakkan. Antara penyu yang masih
kecil dengan usia sekitar 3 bulan dipisahkan dengan penyu yang sudah agak besar. Di sisi kanan terdapat beberapa botol
berisi cairan bening dengan isinya tukik-tukik yang sudah mati. Disamping
bangunan itu ada tempat penetasan telur penyu. Masih dibangunan ini ada kolam
tempat penyu-penyu cacat dipisahkan dari yang sehat.
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa Penyu sisik juga berperan penting dalam
ekositem laut. Diperkirakan penyu sisik mengkonsumsi sponge hingga 1000 pon
atau sekira 450 kg per tahun. Dengan jumlah ini tentu peran penyu sisik cukup
signifikan dalam mengendalikan laju pertumbuhan bunga karang yang dapat
mengganggu pertumbuhan terumbu karang. Karena konsumsi utama penyu ini bunga
karang, daging penyu sisik bersifat beracun dan dapat membahayakan bagi
manusia. Selain bunga karang, penyu sisik juga mengkonsumsi alga, hewan-hewan
kecil seperti udang, moluska, cumi-cumi dan lainnya.
Banyak hal yang saya catat dari tempat ini, beberapa diantaranya :
1. Proses
pengambilan telur penyu untuk kemudian ditetaskan di media pasir sebagaimana
habitat aslinya.
2. Telur
yang sudah menetas (+ 55 hari) kemudian
dibesarkan dalam berbagai bak-bak penangkaran.
3. Berbagai
tukik dipelihara dan dirawat dalam berbagai ember besar dengan diberi pakan
berupa daging dan ikan.
4. Setelah
dipelihara dan dirawat hingga cukup umur, maka penyu akan dilepaskan di tepi pantai, ke laut
lepas, dengan asusmsi sudah dianggap bisa menghindarkan diri dari berbagai
predator.
Penangkaran ini penting untuk menjaga keseimbangan
habitat penyu Sisik. Walaupun jarang ditemukan nelayan yang memperjualbelikan
penyu Sisik dan telurnya, namun habitat penyu ini sudah terganggu dengan
keberadaan pulau-pulau yang menjadi tempat wisata.
Syukurlah bahwa di tempat penangkaran yang sederhana dan
tidak terlalu luas ini, ribuan telur penyu berhasil diselamatkan hingga menetas
menjadi tukik yang kemudian siap dilepas ke laut. Tercatat pada tahun
1995—dengan bantuan sebuah lembaga Jepang—terdapat sekira 10 ribu ekor penyu yang berhasil dilepasliarkan ke
laut. Hingga kini, rata-rata per tahunnya (sedikitnya) 3500 tukik berhasil
dihantar ke laut sebagai habitat aslinya.
Kedua, wahana konservasi Elang Bondol
Setiap hari saya menyaksikan Elang bondol (Haliastur
indus) berseliweran di jalan-jalan di Jakarta, bukan dalam wujud burung tapi
dalam bentuk gambar yang menempel di bus TransJakarta. Burung yang nampak perkasa itu ternyata juga
diambang kepunahan, nasibnya tidak segagah gambar besarnya.
Elang bondol atau dalam nama ilmiahnya adalah Haliastur
Indus adalah spesies dari genus dari Haliastur. Burung Elang Bondol berukuran
sedang (45 cm), berwarna putih dan coklat pirang. Elang bondol yang remaja
berkarakter seluruh tubuh kecoklatan dengan coretan pada dada. Warna berubah
putih keabu-abuan pada tahun kedua, dan mencapai bulu dewasa sepenuhnya pada
tahun ketiga.Ujung ekor bundar.Iris coklat, paruh dan sera abu-abu kehijauan,
kaki dan tungkai kuning suram.Ketika dewasa,karakter tubuhnya adalah,kepala,
leher, dada putih. Sayap, punggung, ekor, dan perut coklat terang. Kontras
dengan bulu primer yang hitam.
Makanannya adalah, hampir semua binatang, hidup atau
mati.Di perairan, makanannya berupa kepiting, dan di daratan memakan anak ayam,
serangga, dan mamalia kecil. Sarang berukuran besar, dari ranting pada puncak
pohon. Telur berwarna putih, sedikit berbintik merah, jumlah 2-3 butir.
Survei populasi Elang bondol pada 2004 yang dilakukan
oleh Jakarta Animal Aid Network (JAAN) mengungkapkan bahwa satwa di Kepulauan
Seribu ini hanya tersisa 15 ekor saja. Jumlah ini pun semakin berkurang karena
adanya penangkapan yang dilakukan oleh warga sekitar akibat kurangnya
pengetahuan konservasi terhadap Elang bondol. Dalam rangka rehabilitasi, JAAN
melakukan pelepasliaran kembali elang bondol di Kepulauan Seribu. Ini adalah
satu-satunya habitat alami yang tersisa di Jakarta.
Di Pulau Pramuka, saya melihat keberadaan Elang Bondol
dalam sebuah sangkar besar yang terbuat dari net. Menurut penuturan penjaga
konservasi, elang-elang yang ada adalah hasil penyitaan oleh negara dan JAAN
(Jakarta Animal Aid Network), yang akhirnya dialihkan perawatannya ke Pulau
ini.
Sebelumnya, keadaan elang-elang tersebut lebih
menyedihkan. Ada yang sayapnya patah, bulu sayapnya ada yang sudah rontok
bahkan ada juga yang jari kakinya putus. Semua ini disebabkan oleh para
pemeliharanya terdahulu. Mereka ingin burung ini tidak lagi dapat terbang, dan
dapat dipelihara di halaman rumah mereka.
OMG! Pekik batin saya dalam hati.
Elang yang sebenarnya satwa liar itu, bukankah lebih
indah jika disaksikan dialam terbuka oleh semua yang ingin menatap
kegagahannya, justru terancam punah oleh tangan-tangan manusia juga, yang
begitu ingin memilikinya secara pribadi.
Di kawasan Pulau Pramuka yang saya lihat, burung yang terkenal buas ini dirawat dengan
baik. Perawatan dilakukan hingga Elang
bondol ini akan dilepas-liarkan kembali jika sudah siap hidup di alam, sudah
bisa mencari makanannya sendiri secara alami, dan kondisi bulunya bagus.
Elang bondol termasuk satwa yang yang hampir punah
karena tingkat reproduksi memang rendah,
jenis hewan ini, tidak mau bereproduksi jika di dalam kandang.
Selain program pemulihan dan pelepasan ke alam, program
yang diusung TNKpS adalah kampanye dan penyuluhan tentang penyelamatan elang
bondol.
Menyaksikan elang bondol di Pulau Kotok memberikan
pemahaman betapa pentingnya melestarikan alam Indonesia. Elang bondol yang
diambang kepunahan seakan memberi wawasan kepada Anda untuk selalu menjaga
pelestarian lingkungan bumi Indonesia.
Pembibitan
mangrove dan indahnya terumbu karang
Setelah puas menikmati berbagai pengetahuan baru tentang satwa di Pulau Pramuka, pada bagian pesisir pantai, kami disuguhi dengan pepohonan bakau yang tumbuh dengan baik. Bakau yang berfungsi sebagai penahan
abrasi pantai dan resapan air laut, pohon yang mempunyai nama lain manggrove
ini menjadi dekorasi indah di sekitar tepi pantai di Pulau Pramuka.
Dibagian luar bangunan ada tempat pembibitan mangrove
yang nantinya jika sudah siap akan ditanam di pantai bagian belakang pulau
pramuka yang lokasinya hanya beberapa meter dari lokasi tempat pemeliharaan
penyu ini.
Pembelajaran masih akan berlanjut. Kali itu, kami bersiap untuk menuju Pulau Semak Daun, pulau yang terletak sebelah utara dari Kepuauan Seribu, kira-kira setengah jam dari Pulau Pramuka. Tempat ini terkenal karena pantai berpasir putih, bersih dan landai, tidak jauh dari pulau Semak Daun terdapat titik yang bagus untuk menyelam dan snorkeling. Di sanalah kami akan menikmati sajian bawah laut yang sudah terkenal keindahannya.
Dengan menggunakan baju pelampung, sepatu katak, masker dan snorkle saya bisa melihat keindahan terumbu karang berwarna-warni secara langsung dan ikan-ikan hias yang berenang di terumbu karang juga sangat indah. Pengalaman yang tak terlupakan.
.
Sebagai penutup, banyak perjalanan wisata mengandung kenangan indah yang tak terlupakan. Nah, di Kepulauan Seribu, kenangan yang terukir tidak saja indah, tapi penuh dengan pembelajaran yang mencerdaskan, yang layak untuk di sebarluaskan kepada banyak komunitas.
Kepada teman-teman yang belum sempat berkunjung ke Kepiulauan seribu, siap-siap cadangankan waktu dan sisihkan dana untuk mendapat kenangan yang mencerdasakan.
Kepada teman-teman yang belum sempat berkunjung ke Kepiulauan seribu, siap-siap cadangankan waktu dan sisihkan dana untuk mendapat kenangan yang mencerdasakan.
Semoga, bermanfaat.
No comments:
Post a Comment