Friday, July 29, 2016

Kontribusiku untuk Negeri; Mengubah Sampah Menjadi Berkah


    Berdasarkan data Jambeck (2015) dan Natgeo (2016), Indonesia berada di peringkat kedua dunia sebagai penghasil sampah plastik ke laut yang mencapai sebesar 187,2 juta ton setelah Cina yang mencapai 262,9 juta ton. Salah satu akibat yang ditimbulkan sampah adalah banjir. Beberapa tahun yang lalu banjir melanda Karawang dan keluarga saya menjadi salah satu korbannya. Perabot-perabot banyak yang terendam air, beberapa buku dan peralatan hanyut serta banyak tetangga gagal panen. Banjir bagi saya merupakan suatu masalah yang dapat menyebabkan kerugian materi bahkan hingga menyebabkan kehilangan nyawa

Tapi,


    Daripada berkeluh kesah dan menyalahkan berbagai pihak, saya memilih untuk mengurangi plastik yang terbuang dengan mencoba mendaur ulangnya. Saya yakin untuk menciptakan negara yang hebat, aman dan nyaman dibutuhkan kerjasama semua warganya. Negara bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah. Saya yakin sekecil apapun perbuatan kita jika dilakukan dengan tekun, lambat laun dapat memberikan perubahan.    
   Saya mencoba aktif dalam kegiatan lingkungan. Saya membaca beragam literatur mengenai alam, membuat kompos, mencoba membuat panel surya hingga akhirnya saya dipercaya menjadi the 9th UNEP TUNZA Eco Generation Regional Ambassador for Indonesia, delegasi Indonesia dalam Asia Pacific Environmental Youth Forum  serta relawan komunitas Sindikat Penghuni Bumi (SIMPONI).Dalam forum internasional tersebut, selain membahas isu lingkungan saya juga berusaha memperkenalkan kebudayaan Indonesia. Suatu saat kelak, saya juga ingin memperkenalkan ke teman-teman negara asing mengenai betapa bersih dan bebas polusinya Indonesia. Saya memiliki mimpi  untuk tinggal di tempat yang ramah lingkungan,tentram, bebas banjir dan polusi.
Saya sadar,
Dream without action is nothing.
    Saya tidak mau hanya bermimpi karena saya ingin membuat perubahan. Saya sadar, untuk menciptakan perubahan besar tidak bisa dilakukan oleh saya seorang. Pada awalnya saya mengajak sahabat-sahabat dan kakak senior untuk mendaur ulang sampah plastik menjadi tas, gantungan kunci, tempat pensil dsb. Ternyata banyak yang menyukai prakarya kami! Setelah mendapat banyak respon positif, kami mencoba menjualnya.
      Tak disangka, kami menerima banyak pesanan. Mengingat saya, sahabat-sahabat dan kakak senior merupakan pelajar dan mahasiswa yang masih bingung membagi waktu antara usaha daur ulang dan pendidikan, maka kami mengajak tetangga-tetangga untuk turut andil membantu kami. Kami mengajak pengangguran, difable, dan ibu-ibu untuk bergabung di wirausaha kerajinan daur ulang ini. Saya berharap dengan mengajak yang tidak mampu sebagai karyawan, maka mereka dapat terbantu untuk mendapat penghasilan lebih sekaligus mengurangi jumlah sampah plastik.

     Setelah cukup berkembang, saya dkk menamai bisnis ini dengan nama Eudosis. Eudosis berasal dari bahasa Yunani yang artinya ‘yang dijunjung tinggi atau yang sangat dihargai.’ Melalui Eudosis, saya dkk berharap kita sebagai manusia bisa lebih menghargai alam. Dengan adanya harapan tersebut, saya tidak ingin Eudosis hanya sebatas wirausaha prakarya daur ulang sampah plastik. Saya senang pemesanan produk Eudosis kian bertambah. Saya memiliki prinsip jika Eudosis semakin mendapat banyak untung, maka Eudosis harus semakin membuat banyak orang yang beruntung.
Menurut saya,

     
  Saya memotivasi tim Eudosis untuk menggunakan 30% dari keuntungan untuk gaji karyawan, 40% digunakan sebagai modal keberlanjutan Eudosis dan 30% disisakan untuk mendukung program edukasi Eudosis yang biasa disebut dengan Eudosis Green Project.

   Eudosis Green Project terdiri dari berbagai kegiatan ramah lingkungan, seperti edukasi mengenai pemanasan global, edukasi terkait Disaster Risk Reduction, penanaman pohon dan kolaborasi dengan KIR terkait lomba inovasi produk ramah lingkungan dsb. Seiring dengan bergulirnya waktu, Eudosis Project juga semakin beragam tidak hanya seputar lingkungan hidup.






    Kami berhasil mendapat dukungan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dan beberapa merek produk anti nyamuk ternama  ketika mengadakan  "Kid-friendly Workshop on Dengue Prevention"  Pada bulan Maret 2016, Eudosis berhasil meraih penghargaan Honorable Mention oleh UNESCO World Wide Contest. Saya sendiri selaku co-founder dari Eudosis tahun ini juga dipercaya sebagai Indonesia Ambassador untuk UN Women Singapore Project Inspire. Suatu kehormatan bagi saya untuk bisa dipercaya karena Eudosis dianggap menjadi inspirasi dalam memberdayakan wanita sekaligus mengurangi jumlah sampah plastik.

Melalui pencapaian internasional yang telah diraih, saya bersyukur karena bisa memperkenalkan kebudayaan Indonesia sembari mengkampanyekan upaya daur ulang sampah plastik.



 

Kelak saya ingin lebih banyak pemuda-pemudi Indonesia yang bisa membawa nama baik Indonesia di dunia internasional. Saat ini saya sedang kuliah jurusan sastra asing. Selain memberikan pelatihan daur ulang, sesekali saya juga mengajarkan bahasa asing ke adik-adik SMA. Dengan memiliki kemampuan bahasa asing, seseorang akan lebih dipermudah dalam meraih prestasi internasional.






        Untuk rencana masa depan, saya harap Eudosis tidak hanya sebatas meraih pengahargaan tetapi semakin banyak sampah plastik yang bisa didaur ulang dan semakin banyak kaum marjinal yang bisa mendapatkan penghasilan melalui Eudosis sehingga makin banyak masyarakat yang bisa berkontribusi untuk Indonesia tercinta.

Apapun profesi kamu, berapapun usia kamu, saya percaya Indonesia butuh kamu. Ini cerita kontribusi saya, bagaimana dengan kontribusimu?